Senin, 19 Oktober 2020

PENGALAMANKU DI MASA PANDEMI

 


PENGALAMAN PJJ di ERA PANDEMI COVID-19

 

GURU “TEACH MUST GO ON”

Oleh : SAIFUL JAMIL

 

 

 

Masih teringat dengan jelas, 18 Maret 2020 di Kabupaten kami yaitu Kabupaten Tanggamus diumumkan melalui whatsapp bahwa pembelajaran dialihkan di rumah siswa masing-masing (PJJ), padahal siswa-siswi di SDN 1 Srimenganten Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus sedang melaksanakan UTS (Ujian tengah Semester) Tahun pelajaran 2019/2020. Pagi itu, sekira pukul 09.30 berita itu beredar, berita yang biasanya didengar melalui televisi kini telah nyata dirasakan di kampung yang jauh dari keramaian. Pembelajaran seperti ini memang adalah sesuatu yang baru. Tidak hanya proses pembelajaran, administrasipun berubah, seperti dari mulai pembuatan jadwal, hingga pelaporan proses belajar mengajar. Hal ini dirasakan seluruh pengajar dan pelajar secara nasional bahkan internasional. Bahkan menurut data yang bersumber dari media lebih dari 90% populasi siswa di seluruh dunia (lebih dari 1,3 milyar) harus belajar dari rumah (UNESCO, 2020), 96.6% siswa belajar dari rumah (Kemendikbud, 2020) dan tentunya data ini termasuk SDN 1 Srimenganten Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung.

 

Selama belasan tahun mengajar, memang pernah merasakan dan melaksnaakan home visit atau mengunjungi rumah untuk melaksanakan pembelajaran, tapi hanya dilakukan sesekali saja dalam rangka bimbingan konseling. Namun, home visit ini kini bertaambah fungsi dengan melakukan PBM yang terbatas oleh ruang dan waktu. Kami guru, tentunya tidak boleh pasif terhadap kebijakan yang tengah  diberlakukan sambil berharap pandemi cepat berlalu, dan kembali kepada aktifitas PBM seperti biasa. Satu bulan setelah PJJ dilaksanakan, kekhawatiran muncul ketika Dinas Pendidikan Kabupaten Tanggamus melalui KaSPLP Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus  menyampaikan bahwa PJJ akibat pandemi ini diprediksi akan terus berlanjut hingga tahun pelajaran baru yaitu 2020/2021.  Untuk beberapa saat, mungkin saya yang merasakan, bagaimana ini bisa terjadi pada pendidikan di desa yang asri ini?.  Apa yang harus saya perbuat dalam menghadapi situasi yang tidak menentu ini?. Padahal sebagai wali kelas 6, saya hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk menuntaskan materi dalam menghadapi ujian sekolah yang nantinya harus saya antarkan menuju jenjang pendidikan berikutnya. 

 

Kebingungan terhadap evaluasi ujian sekolah muncul, apa yang hendak ditulis pada ijazah jika ujian sekolah tidak dilaksanakan, inisiasipun muncul bagaimana cara menegaskan kepada siswa bahwa mereka akan memperoleh ijasah dengan evaluasi yang wajar dan normal, bukan hanya mendapatkan sehelai kertas tanpa melalui ujian yang seperti biasanya.  Pembuatan aplikasi ujian sekolah sederhana berbasis androidpun dilakukan dengan dukungan google form agar siswa merasa mendapatkan ijasah tidak dengan acara yang kurang memuaskan peserta didik.

 

Dengan berjalannya waktu, pandemi masih berlangsung, pada tahun pelajaran 2020/2021 berbagai kendala yang dihadapi bermunculan terutama pada proses penyampaian pembelajaran.  Baik dalam hal komunikasi yang minim dengan peserta didik, hingga sarana dan prasarana dalam proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).  Bukan lagi rahasia umum, bahwa sarana dalam PJJ tentunya tidak terlepas dari alat dan media yang membutuhkan jaringan seperti halnya gadget dan prasarana lainnya yaitu jaringan. Menurut Survei Belajar dari Rumah, Puslitjak Kemendikbud 2020 sebanyak 86,6% siswa di Indonesia baik daerah tertinggal maupun non-tertinggal lebih banyak belajar dengan mengerjakan tugas dari guru, sedangkan pembelajaran interaktif hanya 38,8% (Kemendikbud, 2020). Di tempat kami, yang noabene kini sudah mempunyai jaringan 4G, tak menjamin berjalannya PJJ dengan mudah.  Ternyata permasalahan tidak hanya pada jaringan, keasadaran orang tua dan peserta didik dalam menjalani proses PJJpun bervariasi.  Pendekatan-pendekatan baik dalam analisis non-kognisi dan kognisipun dipetakan dalam rangka mempermudah menentukan asesmen yang baik dalam membangun keberlangsungan PJJ. Menurut  Survei Suara Guru pada Masa Pandemi Covid-19, GTK 2020 Pengeluaran biaya paket internet dan pulsa guru selama masa pandemk  rata-rata Rp.190.065 (Kemendikbud 2020).  Hal itupun sejalan dengan asesmen non-koginisi dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada wali murid dan hasilnya cenderung sama, yaitu ada gadget, tetapi susahnya menganggarkan untuk biaya paket, dan yang lebih memprihatinkan adalah wali murid yang tidak mau membeli gadget dengan alasan ekonomi dan beranggapan gadget adalah penghambat aktifitas anak dan lebih kepada membuat anak bermalas-malasan. Tentunya dengan beberapa asesmen dan penumbuhan keasadaran sisi baik dari gadget, akhirnya ada beberapa wali murid yang tak sungkan lagi untuk menyediakan fasilitas gadget untuk pembelajaran putra-putrinya dalam masa PJJ.

 

Pada masa ini, guru dituntut untuk berusaha mencari solusi pembelajaran agar bisa keluar dari dilema PJJ.  Dilema tersebut adalah ketika guru dihadapkan pada pengambilan keputusan dalam memilih metode yang tepat dalam proses pembelajaran jarak jauh.  Karena tidak dapat dipungkiri, kesulitan ini dihadapi semua guru yang terimbas karena pandemi ini, hal ini sesuai survei yang telah dilakukan yaitu 53,55% guru kesulitan dalam manajemen kelas selama pembelajaran jarak jauh dan yang dominan terjadi adalah 48,45% guru kesulitan dalam menggunakan teknologi pembelajaran selama pembelajaran jarak jauh ( (GTK, 2020).

 

Dengan melakukan refleksi, maka penulis sedikit demi sedikit mulai mencari celah agar bagaimana pembelajaran jarak jauh ini harus tetap dilaksanakan.  Adapun yang telah dilakukan hingga saat ini adalah;

1)      Berusaha menyederhanakan tuntutan kurikulum yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa sesuai dengan profilnya yang diperoleh dari hasil asesmen non-kognisi dengan orang tua siswa dari berbagai aspek,

2)      Berusaha agar setiap arahan, petunjuk, pemberian tugas, dan instruksi-instruksi lainnya mengandung pendidikan dan pembelajaran yang bermakna, yang tidak hanya bersumber dari buku pelajaran, melainkan dari kegiatan siswa sehari-hari agar lebih bermakna,

3)      Berusaha memanfaatkan teknologi dan jaringan internet yaitu melalui pembelajaran yang menggunakan berbagai aplikasi seperti whatsapp, aplikasi google classroom, dan google drive (google form) dalam proses belajar dan evaluasi,  dengan setting pada google form tidak dibatasi satu tanggapan, hanya saja jika berkali-kali melakukan login atau pengerjaan evaluasi yang diambil adalah nilai minimal.

4)      Berusaha memberikan opsi lain, ketika siswa tidak memiliki akses internet karena keterbatasan baiaya pembelian paket internet dengan memanfaatkan messenger group (free) dari media sosial facebook dalam penyampaian informasi terkait proses pembelajaran.

5)      Berusaha menjalin hubungan dengan alumni ataupun aparat setempat (di mana terdapat siswa yang telah berkelompok/bertetangga) dalam rangka membantu penyampaian tugas khusus kepada siswa yang tidak mempunyai gadget, dan agar dapat meminjamkan gadgetnya selama proses evaluasi yang hanya memerlukan waktu sekitar 20 menit.

 

Usaha yang telah dilakukan di atas, tentunya bukan semudah menuliskan uraiannya, konsep dan metode terkadang sering tak sesuai dengan harapan, namun setidaknya mendekati kepada tujuan.  Munculnya kendala baru, merupakan sebuah pembelajaran baru, dan mengatasi permasalahan yang baru menjadikan sebuah ilmu baru dari sebuah pengalaman yang tak terlupakan.  Guru harus tetap melaksanakan tugasnya sebagai guru. Wahai guru, “teach must go on” dan pendidikan dari seorang guru tidak akan tergantikan oleh aplikasi maya apapun.  Lalu bagaimana pendidikan ini dapat berdampingan dengan pembelajaran?.  Ini menjadi catatan kembali bagi seorang guru yang sebelum munculnya pandemi, sudah banyak bermunculan aplikasi pembelajaran online yang seakan akan menggerus eksistensi guru yang nyata dan bertatap muka.  Pandemi seakan mendukung beberapa pembuat aplikasi pembelajaran.  Pengetahuan itu penting, tapi mendapatkan pendidikan  itu juga sangat penting. 

 

Dalam menjalankan sebuah proses tentunya terdapat kekurangan dan kelebihan. Tak dapat dipungkiri, setiap alat membawa kebaikan dan keburukan dan hal itu tergantung bagaimana cara kita menggunakan dan memfungsikannya. Sebagai analogi, golok, jika kita gunakan untuk memotong kayu, merapikan pagar hidup, menebang pohon dan sebagainya tentunya mempunyai fungsi yang positif, tapi bila digunakan untuk melukai sesorang maka fungsinya berubah menjadi negatif, sama halnya  smartphone sebagai alat, memanglah alat yang pintar, lalu apakah dengan kepintarannya ia mampu mendidik? Tentu saja tidak!. Hal ini memunculkan celah kekurangan pada alat tersebut. 

 

Pada kenyataannya, orang tua wali murid, banyak yang berkeluh kesah terhadap pembelajaran jarak jauh ini, baik yang daring maupun dalam sistem luring.  Sehingga tak heran pemberitaan tentang PJJ daring dan luring sering kali menghiasi media dengan berbagai variasinya.  Bagaimana bisa itu terjadi? ada kala dengan alasan tujuan mendidik terkadang dilakukan dengan cara yang sama sekali tidak mendidik, tingkat emosi orang tua yang sebenarnya kurang memahami bagaimana pembelajaran pengetahuan itu diberikan dan dengan metode apa pembelajaran itu disampaikan, membuat sebagian orang tua kewalahan dan banyak menimbukan efek yang berbeda-beda. Semua baru menyadari bahwa mendidik itu tidaklah mudah, mengajarpun tidaklah gampang.  Orang tua yang tidak begitu memperhatikan putra-putrinya dalam belajar, tentu akan memberikan kebebasan anak dalam menggunakan gadget selama 24 jam, dengan alasan alat sedang digunakan dalam belajar.  Pemahaman orang tua tentang gadget dan fungsinyapun seharusnya menjadi hal yang tidak kalah penting dalam memantau aplikasi atau browser apa saja yang telah digunakan oleh anak-anaknya. Lagi-lagi, tugas guru dalam meluruskan dan memberikan pengertian bahwa gadget adalah sebagai alat pembelajaran yang sangat penting jika kita bijak dalam penggunaannya.  Guru juga harus mampu meyakinkan siswa bahaya dari negatifnya penggunaan gadget dengan cara yang tidak bijak agar penggunaan oleh siswa dapat lebih efektif.

 

Dengan demikian, guru sebagai garda terdepan dalam membentuk karakter siswa yang berbudi pekerti luhur, yang harus mampu memberikan teladan yang baik dalam proses pembelajaran PJJ.  PJJ bukan berarti hanya mengajar, tetapi sekaligus mendidik, “mengajar dengan mendidik, dan mendidik dengan mengajar” PJJ jangan menjadi penghalang berinovasi dalam pembelajaran dan pendidikan, justru harus mampu menjadi pengembang pengetahuan baik secara pribadi khususnya dan umumnya berimbas kepada rekan sejawat baik tingkat lokal maupun nasional.

 

Melalui tulisan ini, penulis hanya mampu menyarankan kepada kita semua, agar dapat melaksanakan tugas sebagaimana biasa, hanya mungkin situasinya yang berbeda. Tugas kita adalah mendidik dan mengajar, sudah seyogyanya hal itu dilakukan dengan rasa ikhlas dan tangung jawab yang tinggi, agar citra pendidikan tetap baik dan bahkan meningkat lagi.  Isu-isu negatif tehadap pendidikan, sedikit demi sedikit kita kikis, dan kita tunjukkan bahwa guru itu tak akan tergantikan oleh pranala manapun. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah memberikan komentarnya

Rakor 17 Mei 2024

Undangan Rakor KS Lomba-lomba FLS2N Prov (daring) Unggah video maksimal 30 Juni 2024 OSN Uji coba 20 Mei Pelaksanaan tingkat kabupaten, 27-2...