77 TAHUN INDONESIA MERDEKA DAN MERDEKAKAN GURU,
MERDEKAKAH GURU?
(Sekilas Tentang Guru dan RUU Sisdiknas Tahun 2022)
Oleh: Saiful Jamil
Guru di SD Negeri 1 Srimenganten
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak harus dilembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau atau musholla dan di rumah. Pada beberapa pengertian di atas, penulis akan membatasi pembahasan pada pengertian Guru yang ada pada lembaga pendidikan formal, khususnya yang ada di Indonesia.
Dengan beberapa tugas, hak, dan kewajibana guru, serta untuk merealisasikan peran guru dari pengertian guru di atas maka sudah sepatutnya pemerintah dengan segala otoritas dan kebijakannya, membuat beberapa kebijakan dan mengeluarkan beberapa undang-undang tentang guru.adapun beberapa undang-undang yang secara jelas menjelaskan tentang tugas, hak, dan kewajiban adalah UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mendefinisikan guru sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengembangkan pendidikan anak dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Kemudian diperjelas kembali pada Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 juga yaitu dimana guru dan dosen pada ayat 10 disebutkan bahwa "
Pada penjelasan Undang-undang di atas, ada perhatian menarik dari kompetensi di atas yaitu kompetensi profesional. Kompetensi ini diraih dengan berbagai tahapan yang luar biasa, dimulai dari menyelesaikan pendidikan S1 keguruan, kemudian diikuti oleh pendidikan profesi guru atau yang dikenal dengan PPG yang kemudian dikenal dengan PPG dalam jabatan dan Prajabatan dengan syarat-syarat tertentu. Untuk saat ini, maka PPG inilah yang digadang-gadang menjadi pintu untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan bagi guru. Namun, semua guru tentunya sudah mengetahui, apa dan bagaimana proses melalui program tersebut.
Masalah kesejahteraan guru masih menjadi masalah utama yang hingga hari ini belum dapat diselesaikan, dan hal ini masih menjadi penting PGRI dalam mewujudkan dan memperhatikan hal tersebut. Tuntutan dari para guru (honorer) kepada pemerintah agar segera memperbaiki taraf hidupnya dilihat sebagai masalah yang sangat mendesak.
Namun, lagi-lagi kerana adanya otonomi daerah, guru kini dipandang sebagai sasaran dalam perpolitikan yang dianggap mampu berkontribusi besar dalam pemenangan seorang calon. Lalu, apa makna kemerdekaan guru jika masih terjadi hal seperti ini? Mungkin kita pernah mendengarnya, ada beberapa guru yang terlibat untuk menjadi tim sukses bayangan calon, sehingga menciptakan sebuah dilema, baik jika berhasil bahkan jika tidak berhasil, sebuah simalakama yang tak dapat dielakkan jika masuk ke dalam lingkar tersebut. Lagi-lagi kemerdekaan guru seolah menjadi kemerdekaan semu.
Sudah menjadi sebuah rahasia umum, jika perlindungan hukum bagi guru saat menjalankan tugas dalam menghadapi berbagai karakter siswa yang tentu sangat menguras emosi. Adalah salah satu masalah serius jika ada konflik dengan pihak luar yang tidak dapat diatasi secara musyawarah mufakat, guru harus dibayangi dengan tekanan dan rasa takut membayangkan duduk di kursi pesakitan untuk menyelsaikan kasus yang menimpanya. Seolah-olah karena nila se rusak susu sebelanga, jika menilai jasa guru sudah tidak ada artinya menghadapi kasus yang samasekali dilakukan demi memperbaiki citra pendidikan. Lalu merdekakah guru saat ini?
Pada momen kemerdekaan ini, bagi seorang guru, mendidik tunas-tunas bangsa adalah sebuah keiklasan dan kewajiban yang melekat baik sebelum disumpah terlebih dahulu setelah disumpah. Sudah saatnya semua pihak bergerak untuk memberikan kontribusinya. Pemerintah pusat sebagai pemegang kebijakan diharapkan mampu memenuhi berbagai kebutuhan yang dimiliki oleh guru. Jangan lihat berapa besar anggaran yang akan dikeluarkan oleh pemrerintah sebagai sebuah beban negera yang percuma, tapi mari kita lihat dari sisi lain bahwa pemerintah telah berinvestasi dalam peningkatan sumber daya manusia, dan pembentukan karakter profil pelajar Pancasila yang kini sedang digaungkan oleh pemerintah sendiri.
Dengan upaya-upaya yang telah dipaparkan di atas, diharapkan kemerdekaan guru akan tecapai seutuhnya. Dengan merdeka dalam berbagai aspek terutama merdeka sejahtera, guru akan lebih fokus dalam membersamai murid dalam mengembangkan potensinya. Guru sudah tak terbebani dengan pekerjaan sampingan, dan dibuat repot dengan berbagai pegawai dan administrasi hingga kini pada praktiknya masih menjadi perjuangan kemerdekaan guru.
Seiring dengan peringatan HUT yang ke-77 Republik Indonesia, guru dikejutkan dengan RUU Sisdiknas Tahun 2022 di atas, yang diklaim oleh beberapa praktisi dan lembaga yang justru menimbulkan polemik dengan berbagai karena adanya frase Tunjangan Professional Guru (TPG). Beberapa pihak menganggap bahwa kabar RUU Sisdiknas tahun 2022 ini seolah-olah kado ulang tahun kemerdekaan. sebagian guru menganggap bahwa berbagai masalah yang dialami oleh para guru saat ini membuktikan bahwa mereka belum mampu mengatasi diri dari rasa sakit akibat ketidakadilan dan ketidakjelasan dalam hal perhatian, penghargaan, dan kesejahteraan guru . maka, tak heran, jika kemudian guru yang dihasilkan berasumsi bahwa wajar saja jika output yang pun masih jauh dari harapan. Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo mengatakan RUU Sisdiknas mengintegrasikan dan terdiri dari tiga Undang-Undang terkait, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Lagi-lagi hal ini disinyalir menjadi sebuah polemik bagi praktisi pendidikan terutama tentang kesejahteraan guru.
Namun, sebelum membahas lebih lanjut mari kita pahami dulu apa itu RUU Sisdiknas 2022?
Menurut pemerintah, dalam rangka mengintegrasikan dan memuat tiga Undang-Undang terkait pendidikan di Indonesia, yaitu UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen), dan UU 12/ 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti), sehingga memunculkan ketidakselarasan. Oleh karena itu, pemerintah merancang RUU Sisdiknas 2022 dibentuk dengan latar belakang perbaikan yang telah diusulkan sebagaimana disebutkan dalam draf RUU Sisdiknas 2022 antara lain sebagai berikut:
Integrasi UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, dan UU Dikti dalam satu UU untuk melaksanakan amanah UUD 1945 tentang satu sistem pendidikan, dan agar pengaturan di tingkat UU tidak tumpang tindih.
Untuk merespon perkembangan yang cepat, undang-undang ini disusun lebih fleksibel, tidak terlalu rinci.
RUU Sisdiknas yang sedang direncanakan mengakomodasi semua putusan Mahkamah Konstitusi terkait tiga UU yang terintegrasi.
Prinsip-prinsip Merdeka Belajar yang kualitas belajar mengajar serta memperluas ruang inovasi dalam sistem pendidikan perlu yang terkandung dalam RUU Sisdiknas ke dalam pelatihan.
Sesuaikan ketentuan yang berlaku terkait pembentukan undang-undang, pemerintah secara terbuka untuk menerima saran dan masukan dari publik. Selain itu, pemerintah juga membuka kesempatan bagi masyarakat luas untuk turut mencermati semua dokumen RUU Sisdiknas 2022 dan memberi masukan.
Pada dasarnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus memperjuangkan kesejahteraan para pendidik di Indonesia. tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang mendorong pemberiannya upaya layak bagi semua guru. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Iwan Syahril melalui Taklimat Media secara virtual, Senin (29/8) “RUU Sisdiknas merupakan upaya agar semua guru mendapat penghasilan yang layak sebagai wujud keberpihakan kepada guru. RUU ini mengatur bahwa guru yang sudah mendapat tunjangan profesi, baik guru ASN (aparat sipil negara) maupun non-ASN, akan tetap mendapat tunjangan tersebut sampai masa pensiun,
Tak hanya itu, Iwan Syahril juga menyatakan bahwa; "RUU ini juga mengatur bahwa guru yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik akan segera mendapatkan penghasilan yang layak tanpa perlu menunggu sertifikasi,”
Selanjutnya, Dirjen GTK bahwa guru ASN yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik akan mendapatkan penghasilan yang layak sesuai Undang-Undang ASN. "Dengan demikian, ASN yang belum mendapat tunjangan profesi akan otomatis mendapat kenaikan tunjangan yang diatur dalam UU ASN, tanpa perlu menunggu sertifikasi yang panjang,".
Masih dalam kesempatan yang sama Iwan Syahril menyatakan bahwa guru non-ASN yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik, maka pemerintah akan meningkatkan bantuan operasional satuan pendidikan untuk membantu yayasan penyelenggara pendidikan memberikan penghasilan yang lebih tinggi bagi gurunya sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan. “Skema ini sekaligus membuat yayasan penyelenggara pendidikan lebih berdaya dalam mengelola SDM-nya,” Imbuhnya.
Iwan Syahril menegaskan bahwa dengan pengaturan yang diusulkan dalam RUU Sisdiknas ini, guru yang sudah mendapat tunjangan profesi akan dijamin tetap mendapat tunjangan tersebut sampai pensiun. “Sedangkan guru-guru yang belum mendapat tunjangan profesi akan segera mendapat kenaikan penghasilan, tanpa harus menunggu antrian sertifikasi yang panjang,” ujar Iwan Syahril.
Tak hanya itu, menurut pemerintah, RUU Sisdiknas juga memberi pengakuan kepada para pendidik PAUD dan. Satuan PAUD yang menyelenggarakan layanan untuk usia 3-5 tahun dapat diakui sebagai satuan pendidikan formal. Dengan demikian, pendidik di satuan pendidikan tersebut dapat diakui dan mendapat penghasilan sebagai guru, sepanjang memenuhi persyaratan. Hal yang sama berlaku untuk pendidik di satuan pendidikan nonformal untuk mewujudkan program yang memenuhi persyaratan.
Pemerintah telah resmi mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Perubahan Tahun 2022 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Usulan tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja Pemerintah dengan Badan Legislasi, Rabu (24/8/2022) lalu.
Perlu ditegaskan kembali bahwa RUU Sisdiknas mengintegrasikan dan berisi tiga Undang-Undang terkait, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Dalam menyusun RUU ini, tentu saja pemerintah melaksanakannya dengan cara terbuka dalam hal menerima saran dan masukan yang konstruktif dari publik. Menurut pemerintah, selama tahap perencanaan, pemerintah telah mengundang puluhan lembaga dan organisasi untuk memberi masukan terhadap draf versi awal dari RUU Sisdiknas dan naskahnya. Masyarakat, baik individu maupun lembaga dapat ikut mencermati semua dokumen dan memberi masukan melalui laman https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/.
"Masukan dari publik tersebut merupakan bentuk pelibatan publik yang bermakna sesuai amanat undang-undang dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam tahap penyusunan dan rancangan rancangan undang-undang," ajak Kepala Badan Standar, Asesmen, Kurikulum, dan Pendidikan (Ka. BSKAP) Anindito Aditomo beberapa waktu yang lalu.
Saat ini pemerintah sedang dalam tahap penyusunan rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang menggabungkan tiga UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Dalam siaran persnya, Kemendikbudristek menyatakan bahwa RUU Sisdiknas ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional tahun 2022.
Namun ternyata, apa yang telah dipaparkan pemerintah mengenai RUU ini, juri justru menuai pro-kontra di kalangan guru itu sendiri. Guru menilai bahwa substansi penting mengenai penghargaan atas profesi guru dan dosen sebagaimana tertuang dalam UU Guru dan Dosen, justru menghilang menghilangnya frase Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang telah penulis singgung di paparan awal.
Dalam siaran pers yang diterima detik Edu (28/8) draf RUU Sisdiknas versi April 2022 yang beredar luas, di pasal 127, ayat-3 tertera jelas tentang pemberian tunjangan profesi bagi guru dan dosen. Namun dalam draf versi Agustus 2022 yang beredar luas di masyarakat pendidikan, pemberian tunjangan profesi guru, tunjangan khusus bagi guru di daerah terpencil, dan tunjangan kehormatan dosen sebagaimana tertulis dalam ayat 3-10 pasal 127 justru hilang. Hanya dicantumkan ayat 1 dari pasal 127 draf versi April dalam pasal 105 draf versi Agustus 2022.
Hal ini tentu menjadi perhatian Pengurus Besar Guru yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mengatakan bahwa jika benar pasal ini dihapus maka pemerintah dalam hal ini Kemendibudristek telah melakukan pengingkaran terhadap profesi guru dan dosen. Tak ayal, PGRI selaku Organisasi Guru kemudian menggelar konferensi pers di Gedung Guru Indonesia, Jakarta, Minggu (28/8). Ada beberapa hal yang menjadi pembahasan, termasuk salah satunya menolak dengan tegas penghapusan TPG dalam RUU Sisdiknas.
Adapun hasil PGRI pada konferensi pers tersebut menghasilkan beberapa pernyataan sikap sebagai berikut:
Pembahasan RUU Sisdiknas ini seharusnya masih membutuhkan kajian yang komprehensif, dialog terbuka dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan pendidikan termasuk organisasi profesi PGRI, dan tidak perlu tergesa-gesa.
Guru dan dosen adalah profesi, yang dalam menjalankan tugas keprofesiannya berhak mendapatkan kesejahteraan berupa penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
Kembalikan bunyi pasal 127 ayat 1-10 sebagaimana tertulis dalam draf versi April 2022 yang memuat tentang pemberian tunjangan profesi guru dan dosen, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, dan lainnya.
Pemberian tunjangan profesi bagi guru dan dosen adalah sebuah keharusan bagi pemerintah sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan atas profesi guru dan dosen.
PGRI akan terus konsisten memperjuangkan hak profesional yang melekat dalam diri guru dan dosen.
Beberapa hasil konferensi pers dibuat PGRI ini ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PGRI Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd dan Sekretaris Jenderal Drs. HM. Ali Arahim, M.Pd. Pernyataan ini juga sekaligus dibacakan saat konferensi pers di Jakarta yang serta diikuti oleh ratusan guru dan tenaga pendidik seluruh Indonesia baik digelar secara luring dan daring.
Dari beberapa perbedaan mengenai penafsiran RUU Sisdiknas di atas, tentu mempunyai dua cara pandang yang berbeda, sebagai guru kami selalu berhusnudzon terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang tentunya akan selalu berpihak kepada perjuangan guru. Namun disisi lain, adalah sebuah keharusan untuk selalu mengawal berbagai kebiajakan yang tentunya untuk membuat guru tidak hanya merdeka mengajar yang sekarang santer digaungkan, merdeka dengan secara menyeluruh, merdeka mengajar, merdeka belajar, dan merdeka dalam hal kesejahteraan.
Semoga dengan adanya pengawalan terhadap pencermatan RUU Sisdiknas yang kini sedang dilakukan baik oleh pengurus besar PGRI dan seluruh anggota dan praktisi pendidikan lainnya, dapat menghasilkan sebuah terobosan baru baik bagi pendidik dan pendidikan di Indonesia.
Untuk mendapatkan informasi terkini, dan teraktual, bapak ibu dapat mengakses sumber resmi tentang RUU Sisdiknas dan File lengkapnya di sini:
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
Sumber Referensi :
https://news.detik.com/berita/
https://happyheartsindonesia.org/
https://www.kompasiana.com/
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2022/08/ruu-sisdiknas-bawa-berita-baik-bagi-guru
No comments:
Post a Comment
Terimakasih telah memberikan komentarnya