https://saweria.co/jamilsaiful

TKA 2025: Standar Baru Penilaian Akademik Nasional dan Tantangan Literasi–Numerasi

TKA 2025: Standar Baru Penilaian Akademik Nasional dan Tantangan Literasi–Numerasi

Oleh: Saiful Jamil

Tahun 2025 menjadi momentum penting dalam sejarah sistem evaluasi pendidikan nasional. Pemerintah secara resmi menetapkan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai standar baru penilaian akademik nasional yang menggantikan Ujian Nasional (UN). Perubahan ini bukan sekadar pergantian instrumen evaluasi, melainkan pergeseran paradigma dalam memotret capaian belajar peserta didik dari jenjang SD hingga SMA/SMK.

Dasar Kebijakan TKA 2025

Penerapan TKA berlandaskan regulasi yang kuat dan terintegrasi. Melalui Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025 tentang Tes Kemampuan Akademik, pemerintah menegaskan TKA sebagai instrumen resmi penilaian akademik nasional. Kebijakan ini diperkuat dengan Keputusan Menteri Nomor 95/M/2025 tentang Pedoman Penyelenggaraan TKA yang mengatur teknis pelaksanaan, prinsip penilaian, serta pemanfaatan hasil TKA.

Selain itu, kebijakan TKA sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta berbagai Peraturan Pemerintah terkait Standar Nasional Pendidikan. TKA dirancang untuk menghadirkan sistem penilaian yang lebih adil, objektif, dan berorientasi pada kemampuan berpikir siswa, bukan sekadar hafalan materi.

Tujuan utama penerapan TKA adalah untuk menstandarkan capaian akademik secara nasional, menyetarakan hasil belajar antar daerah, serta memberikan gambaran nyata kemampuan literasi dan numerasi peserta didik sebagai fondasi pembelajaran sepanjang hayat.

GAP: Hasil TKA Belum Sesuai Harapan

Meskipun secara kebijakan TKA membawa harapan besar, hasil awal pelaksanaannya menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup signifikan. Secara nasional, capaian peserta didik pada aspek literasi dan numerasi, khususnya pada mata pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia, masih berada di bawah ekspektasi.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa perubahan sistem evaluasi belum sepenuhnya diimbangi dengan kesiapan pembelajaran di satuan pendidikan. TKA menuntut kemampuan berpikir kritis, pemahaman konteks, dan penalaran yang kuat, sementara praktik pembelajaran di banyak sekolah masih berorientasi pada penguasaan materi dan latihan soal rutin.

Tantangan Pemahaman Literasi dan Numerasi

Tantangan utama yang muncul di lapangan adalah masih rendahnya pemahaman guru dan siswa terhadap konsep literasi dan numerasi secara utuh. Literasi sering kali dipersepsikan sebatas kemampuan membaca teks, sedangkan numerasi dianggap identik dengan kemampuan berhitung.

Dalam kerangka TKA, literasi mencakup kemampuan memahami, menganalisis, mengevaluasi, dan merefleksikan informasi dalam berbagai bentuk. Sementara itu, numerasi menekankan kemampuan menggunakan konsep dan penalaran matematika untuk memecahkan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari. Ketidaktepatan pemahaman inilah yang berdampak langsung pada rendahnya capaian siswa dalam TKA.

Solusi: Menguatkan Kolaborasi dan Kompetensi Guru

Menjawab tantangan tersebut, solusi yang paling relevan adalah menghidupkan kembali budaya kolaboratif guru melalui penguatan Kelompok Kerja Guru (KKG). KKG harus difungsikan sebagai ruang belajar profesional yang mendorong peningkatan kompetensi guru secara berkelanjutan, bukan sekadar forum administratif.

Penguatan KKG perlu disinergikan dengan kebijakan Hari Belajar Guru, yaitu waktu khusus yang disediakan bagi guru untuk fokus belajar, berdiskusi, dan merefleksikan praktik pembelajaran tanpa dibebani tugas mengajar maupun administrasi harian. Melalui forum ini, guru dapat memperdalam pemahaman literasi dan numerasi, menyusun strategi pembelajaran berbasis konteks, serta berbagi praktik baik dalam penyusunan asesmen yang selaras dengan karakter TKA.

Dengan pengelolaan yang tepat, KKG dan Hari Belajar Guru dapat menjadi motor penggerak peningkatan kualitas pembelajaran yang berdampak langsung pada peningkatan capaian TKA peserta didik.

Penutup

TKA sebagai pengganti Ujian Nasional bukanlah tujuan akhir, melainkan alat untuk memotret dan memperbaiki mutu pembelajaran. Tanpa penguatan kompetensi guru dan kolaborasi yang berkelanjutan, TKA berisiko menjadi sekadar instrumen pengukuran tanpa daya ungkit perbaikan.

Keberhasilan TKA sangat ditentukan oleh keberanian semua pihak untuk memangkas beban administratif, menghidupkan kembali budaya belajar guru, serta memberikan ruang dan waktu yang memadai bagi pendidik untuk bertumbuh. Pendidikan bermutu tidak lahir dari sistem yang kaku, tetapi dari guru yang terus belajar, didukung, dan diberdayakan.

Referensi

  1. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. (2025). Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025 tentang Tes Kemampuan Akademik.
    https://jdih.kemdikbud.go.id

  2. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. (2025). Keputusan Menteri Nomor 95/M/2025 tentang Pedoman Penyelenggaraan TKA.
    https://www.kemdikbud.go.id

  3. Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
    https://peraturan.bpk.go.id

  4. Platform Merdeka Mengajar. (2025). Modul Penguatan Literasi dan Numerasi Guru.
    https://guru.kemdikbud.go.id


Jika Bapak ingin, saya bisa:

  • menyederhanakan bahasa agar lebih populer dan viral,

  • menyesuaikan gaya opini reflektif kepala sekolah, atau

  • merangkum versi artikel pendek untuk media sosial atau portal berita pendidikan.

Komentar